Selasa, 15 Februari 2011

joseigo-bahasa wanita jepang

Joseigo-女性語“Bahasa wanita


PENDAHULUAN

Jepang adalah Negara yang maju dalam terutama dalam bidang teknologi. Itu yang membuat Jepang menjadi Negara yang terkenal di Asia bahkan di seluruh dunia. Banyak orang ingin mengetahui bahasa Jepang. Bahkan ada yang berlomba-lomba mengikuti tes kemampuan bahasa Jepang. Dalam mempelajari bahasa Jepang kita pasti akan menemui perbedaan bahasa antara wanita dan pria. yang dikenal sebagai perbedaan bahasa gender feminim (bahasa wanita/joseigo) dan maskulin (bahasa pria/danseigo). Pembahasan makalah ini akan membahas sejarah dan penggunaan bahasa wanita, perbedaan josigo dan danseigo, karakteristik pidato wanita dan laki-laki Jepang.Perbedaan antara bahasa laki-laki dan perempuan dianggap sebagai salah satu kekhasan linguistik bahasa Jepang. Perbedaan tersebut  begitu mencolok dalam masayarakat Jepang. Perbedaan dalam bahasa telah digambarkan sebagai sesuatu yang berlebihan dan konstriktif. Dibandingkan dengan bahasa Indonesia, tidak ada perbedaan antara bahasa wanita dan bahasa pria.
Di Jepang juga, terdapat adanya perbedaan nyata antara pidato laki-laki dan perempuan. Ini sebagian hasil dari konstitusi pasca-perang yang meletakkan prinsip-prinsip kesetaraan seksual. Fenomena dari bahasa gender yang ditentukan telah ada sejak zaman sejarah dan muncul dari tradisi itu yaitu sikap tunduk perempuan baik dalam lingkup sosial dan domestik. Meskipun pemberian konstitusional kesetaraan namun, mental dan aktual pengalaman perempuan yang ditentukan oleh tradisi ini mengabadikan keberadaan khusus dan berbeda yang bahasa perempuan. Joseigo panjang, atau fujingo seperti yang dinyatakan disebut, mengacu pada kata-kata khusus dan cara berbicara karakteristik perempuan. Dalam arti luas, memasukkan istilah dan fase digunakan secara eksklusif atau kebanyakan oleh perempuan serta perbedaan dalam aksen, intonasi, pengucapan dan tata bahasa. Ini adalah lebih halus, sopan dan lembut pidato yang ditemukan dalam bahasa Jepang yang digunakan terutama oleh perempuan dan sering digambarkan sebagai onnarashii (feminin). Bahasa Perempuan tidak boleh dianggap sebagai bahasa pertukaran secara eksklusif di kalangan perempuan tapi sebagai salah satu digunakan oleh perempuan terhadap masyarakat pada umumnya. Hal ini mencerminkan posisi perempuan dan cara mereka berpikir dan merasa.

PEMBAHASAN

A.                SEJARAH BAHASA WANITA (JOSEIGO) DAN PENGGUNAANNYA

Bahasa Jepang sering dikatakan berbeda dengan bahasa lain karena memiliki bahasa wanita yang sangat mencolok. Ini telah berakar dalam masyarakat Jepang bertahun-tahun lamanya. Keberadaannya merupakan bentuk dari perbedaan gender dalam masyarakat Jepang.
Catatan pertama tentang perbedaan gender mulai muncul sekitar abad ke 11 dengan adanya suatu kumpulan cerita yang berjudul “Makura no Shoushi” karya penulis wanita Sei shounagon. Seiring perkembangan kehidupan masyarakat Jepang yang semakin feudal, perbedaan antara wanita dan pria pun semakin mencolok.Pada periode Muromachi (1333-1568) mulailah berkembang nyoubo kotoba yang merupakan variasi dalam bahasa Jepang seputar bentuk kata benda khusus untuk wanita. Namun ketika itu, nyoubo kotoba hanya digunakan oleh wanita dari kalangan tertentu, diantaranya para wanita dari kalangan atas yang mengembangkan penggunaan gaya bahasa tertentu tergantung posisinya dalam masyarakat (status sosial).
Ketika bentuk ini diterapkan dalam pergaulan, maka bukan lagi sebagai bahasa suatu kalangan, tetapi bercampur dan menjadi suatu ciri feminitas yang menggambarkan keelokan dan kelemah-lembutan. Secara tradisional, wanita Jepang dianggap lebih rendah dari pada prianya. Mereka terlahir untuk patuh dan melayani serta tidak mampu berdiri sendiri. Tapi di dalam rumah, wanita memiliki peran yang sangat besar. Mereka bertugas untuk mengatur keuangan keluarga, mendidik anak, dan senantiasa menjaga tradisi keluarga.
Dengan demikian, wanita memiliki peran dalam kehidupan Jepang yang didominasi oleh para pria. Dalam masyarakat Jepang yang modern, posisi wanita mengalami perubahan, namun dalam bidang tertentu masih tetap sama, salah satunya perbedaan gender yang tercermin dalam bahasa
Pada usia yang masih muda, anak-anak di Jepang mulai tahu tentang perbedaan gender melalui bahasa. Bahkan anak-anak prasekolah tahu adanya perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan lewat nama panggilan.
Biasanya anak kecil dipanggil dengan nama panggilan ditambah “chan” (menunjukkan keakraban dan rasa sayang), tapi khusus anak laki-laki mereka menggunakan kata “boku” sebagai kata ganti orang kesatu tunggal. Gaya bahasa yang digunakan oleh anak perempuan pun berbeda, biasanya terlihat pada kata benda yang digunakan, bentuk kalimat, dan intonasi.
Seiring dengan pertumbuhan anak, kemampuan berbahasanya pun semakin meningkat, mereka dituntut memiliki kemampuan untuk menggunakan gaya bahasa yang berbeda disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Wanita Jepang tidak hanya memiliki kemampuan dalam menggunakan joseigo secara tepat untuk menekankan ciri feminitas mereka, tetapi juga dalam penggunaan bahasa netral (dapat digunakan oleh pria maupun wanita) dalam situasi tertentu, bahkan dapat juga menggunakan danseigo untuk menunjukkan bentuk ketegasan, penolakan, atau perintah. Dalam masyarakat Jepang yang modern, para wanita yang keberatan dengan adanya peraturan tradisional seperti itu, menolak adanya penggunaan joseigo, tetapi sebagian dari para pekerja wanita yang percaya bahwa perbedaan antra pria dan wanita hanya terjadi dalam suatu tingkatan yang professional cenderung tetap menggunakan bahasa wanita secara tradisional.
Joseigo biasanya tercermin pada gaya bahasa yang digunakan oleh si pembicara, lebih menekankan pada bentuk perasaan dan biasanya membahas seputar masalah wanita pula. Para gadis remaja menggunakan joseigo kepada ibunya ketika membicarakan tentang kimononya yang baru, tetapi akan menggunakan bahasa netral cenderung danseigo ketika membicarakan tentang teman-teman atau kejadian di sekolahnya. Bahkan sebagian dari mereka menggunakan kata ganti boku dalam percakapan sebagai bentuk persamaan dan ketegasan.
Dalam situasi tertentu lainnya, mereka akan kembali menggunakan joseigo. Para nenek di Jepang yang biasa menggunakan joseigo dalam percakapan bersama teman sejawatnya akan merubah ke dalam bentuk bahasa yang lebih kasar dan cenderung menggunakan danseigo ketika berada di dalam ,,itu mencerminkan posisinya yang kuat dalam keluarga (Library of Congress Cataloging in Publication Data, 1983:251)


B.                 PERBEDAAN BAHASA WANITA (JOSEIGO) DAN
BAHASA PRIA (DANSEIGO)


Wanita speaker
Pria speaker
Sering Menggunakan bentuk lebih sopan
Menggunakan bentuk yang kurang sopan sering
Menggunakan banyak /lebih pertanyaan
Menggunakan lebih sedikit pertanyaan
Menggunakan kata-kata feminin intrinsik
Menggunakan kata-kata maskulin intrinsik
Menggunakan bentuk formal dimaksudkan untuk melunakkan pidato
Lebih sering terdengar menggunakan bentuk nonformal/kasar.

 


untuk "Aku" atau "Saya"

Pria/wanita
=  Netral

, わたし
watashi
sopan, digunakan oleh laki-laki dan perempuan. Pada periode Edo, dulu lebih sering digunakan oleh wanita, namun saat itu netral. Merupakan bahasa Jepang standar yang sering digunakan baik dalam situasi formal maupun informal (Sugawara, 1985:31). Contoh; watashi wa Livia Cyndi Wongkar desu/nama saya Livia Cyndi Wongkar.
, わたくし
watakushi
sopan, digunakan oleh laki-laki dan perempuan; lebih formal dari watashi. Merupakan bentuk yang sederhana dan lebih sering digunakan daripada watakushi (Sugawara, 1985:31).
自分, じぶん
jibun
Digunakan oleh pria dan wanita. Bagaimanapun dalam dialek kansai, jibun refers to "you". Namun, dalam dialek kansai, jibun mengacu pada "anda". Biasa digunakan oleh orang yang dahulunya pernah menjadi prajurit kaisar atau tentara (Sugawara, 1985:31). Kata ini juga sering digunakan oleh orang-orang dalam kegiatan klub pada tingkat Universitas (Sugawara, 1985:31).
うち
uchi
Digunakan oleh laki-laki dan perempuan dalam beberapa keadaan, khususnya ketika berbicara tentang rumah dan / atau keluarga, dan juga oleh gadis-gadis muda. ebih bermakna “kami atau kita”, Digunakan untuk membandingkan dengan milik lawan bicara, misalnya pada “perusahaan, departemen bahkan ayah” (Niyekawa, 1991:87)


Wanita


あたし
atashi
gadis muda, perempuan, laki-laki mengekspresikan feminitas; lembut, feminine. Contoh; atashi wa gakusei desu/saya seorang mahasiswa
たくし
atakushi
bentuk formal atashi; perempuan, terutama dalam situasi formal
あたい
atai
baru-baru ini karakteristik dari Tokyo "pusat kota" dialek; jelas kasar



, ぼく
boku
anak laki-laki dan laki-laki muda, yang cukup santai; baru-baru ini digunakan oleh beberapa gadis. Dalam lagu, yang digunakan oleh kedua jenis kelamin. Contoh; boku wa ima sagashii hajimete/ sekarang saya mulai mencari.
, おれ
ore
bentuk informal untuk pria dan anak laki-laki, perempuan tidak feminin / sopan, jelas maskulin, kadang-kadang vulgar
, わし
washi
orang tua. Digunakan di daerah pedesaan (Sugawara, 1985:31).
,
wagahai
agak sombong
俺様, おれさま
ore-sama
sok, vulgar, anak laki-laki, pria
我吾
ware
laki-laki, (mungkin terdengar lama ). Digunakan di daerah pedesaan (Sugawara, 1985:31).

untuk "Anda"

Pria/wanita


, きみ
kimi
Laki-laki untuk menutup teman, kekasih; atasan (termasuk perempuan) untuk bawahan. Dalam lagu, yang digunakan oleh kedua jenis kelamin. merupakan lawan kata boku. Jika seseorang menggunakan boku dalam suau percakapan, Biasanya ia akan menggunakan kimi kepada lawan bicaranya. Boku dan kimi merupakan satu kesatuan (Sugawara, 1985:32). Contoh; kimi ga suki da/aku suka kamu.
貴方, あなた
anata
Kata standar sopan bila digunakan oleh orang, bentuk biasa digunakan oleh perempuan; (bila digunakan untuk alamat suami atau pasangan laki-laki): setara dengan "Sayang". dapat digunakan dalam berbagai situasi. Tetapi dihindari jika berbicara kepada atasan (Sugawara, 1985:32).
そちら
sochira
Informal namun relatif netral formulir untuk 'Anda', digunakan di antara rekan-rekan usia yang sama biasanya.
あんた
Anta
Sangat akrab dan lebih bersifat rendah diri. Hanya digunakan dalam situasi informal kepada orang yang sederajat atau bawahan (Sugawara, 1985:32). Tapi berpotensi menghina.



temae
sangat bermusuhan dalam bentuk temee rusak nya (てめえ); laki-laki. merupakan bentuk penyingkatan dari temae, sangat merendahkan dan hanya digunakan kepada bawahan. Kata ini muncul pada periode Edo sekitar tahun 1603-1876 (Sugawara, 1985:32).
こいつ
koitsu
Direktif pronomina, seperti dalam "orang ini", melainkan memusuhi
nanji , nare
umumnya hanya digunakan dalam terjemahan dokumen kuno untuk mengganti "kamu"
お前, おまえ
omae
Langsung, tiba-tiba, kadang-kadang bermusuhan; (bila digunakan untuk alamat istri atau pasangan perempuan): setara dengan "Sayang" Dulunya omaesan/omae/omee secara tradisi digunakan oleh para isteri jika memanggil suaminya (Sugawara, 1985:32).. Digunakan oleh para seniman di daerah Kantou. Tapi terkesan kasar. Contoh; omae wa temeyaro/kamu anjing.
kisama
Sebelumnya bentuk sangat kehormatan alamat; dalam pidato modern adalah sebagai menghina seperti, tapi lebih halus daripada, "temee”. Cenderung merendahkan seseorang dan hanya digunakan kepada bawahan (Sugawara, 1985:32).                       

Wanita


あなた
anata
 (Bila digunakan untuk alamat suami atau pasangan laki-laki): setara dengan "Sayang". Contoh; anata no namae wa?? Nama kamu??

Partikel akhir (shuujoshi)

Wanita


wa
memberikan efek lembut jelas, tidak menjadi bingung dengan wa dalam dialek Kansai. Mengindikasikn tujuan atau kebulatan tekad si pembicara. Bisa juga sebagai seruan atau bentuk emosi. Contoh.: “Iku wa. Doko e datte.” = “Saya akan pergi. Kemanapun juga.”.  “Ara, hareta wa.” = “Wah, ternyata cerah.”
wa yo
informatif
wa ne
ne adalah pertanyaan secara kasar berarti "Anda tidak setuju?" . Hal ini kadang ditempatkan di awal, bukan akhir kalimat dan fungsi untuk melunakkan
no 
Memberikan efek yang jelas lunak. Digunakan untuk memperhalus bhs. Bisa juga mengindikasikn pertanyaan.  Contoh.: “Kono hon o yonde shimatta no.” = “Saya sudah selesai baca buku ini.” (pernyataan)  “Doko e iku no?” = Kamu mau pergi kemana?” (pertanyaan)
yo
Informatif / tegas. Memiliki fungsi yang sangat bervariasi, mulai dari penegasan, saran, hingga perintah. Terdengar lebih sopan dan halus jika dibandingkan dengan zo. Contoh: "Isogu yo. Hashirou." = "Cepatlah. Ayo lari." (perintah).  "Sore wa boku no hon da yo." = "Itu adalah buku saya." (penegasan)
ne
Pertanyaan. Ne/nee digunakan untuk menarik perhatian seseorang atau konfirmasi atas sesuatu. Contoh: "Kyou wa ii tenki desu ne." = "Cuaca hari ini cerah ya." "Subarashii uta deshita nee." = "Lagu yang bagus kan.".  "Kimi, kite kureru ne." = Kamu bakal datang kan."
かしら
kashira
Aku ingin tahu

Pria


かい
kai
bentuk maskulin ka penanda pertanyaan
zo
Terdengar kasar, digunakan untuk mempertegas sesuatu. Juga untuk menarik perhatian org lain. Contoh.: “Tsukareta. Yasumu zo.” = “Lelahnya, istirahat dahulu ah.”  “Ochiru zo. Ki o tsukero” = “Awas jatuh! Hati-hatilah.”
ze
Tegas / informative. Dipakai sebagai pernyataan atau nunjukin keinginan. Contoh.: “Saki ni iku ze.” = “Saya pergi duluan ya.”       “Sono shigoto, kimi ni tanonda ze.” = “Kerjaan itu ku serahkan kepadamu, ya.”
yo
tegas / informatif; juga digunakan oleh perempuan, tapi perempuan sering melunakkan dengan menambahkan wa
なぁ
kanaa
  Aku ingin tahu

Dalam Kata benda (meishi)
Dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa, perbedaan gender, jumlah atau keadaan, hanya dapat terjadi dengan menambahkan kata-kata yang terpisah pada kata benda yang beragam, tetapi tidak pada kata benda dalam bahasa Jepang (Sugawara, 1985:185).
Kata-kata benda dalam bahasa Jepang yang ada kaitannya dengan perbedaan gender antara lain:
a. Bentuk ungkapan:
     Pria;   mesi gugo nasi
              Wanita;  sake kukon
              arti,  arak jepang
b. Penyingkatan kata
     Pria;  warabi wara sejenis. Arti, tumbuhan paku
     Wanita;   matsutake matsu. Arti,  sejenis jamur
c. Penyingkatan + moji
              Pria;  koi kumoji. Arti. nama ikan (sejenis Gurame)
              Wanita; funa fumoji. Arti, sejenis ikan
d. Bentuk + mono
              Pria;  soumen hosomono. Arti,  sejenis mi
              Wanita;  shio shiromono. Arti, garam
e. Bentuk tingkatan yang lebih rendah
Pria;  miso
WANITA;   mushi
arti,  sejenis sup

Dalam Kata ganti orang ketiga (tashou)
          Pria;    kare.
          Wanita  ;  kanojo.
          Netral  ;  ano kata, ano hito, aitsu dan sebagainya.
Keterangan:
Ø  Orang Jepang menghindari penggunaan kata ganti kepada orang ketiga, mereka lebih sering menggunakan nama. Kata-kata kare (dia laki-laki) dan kanojo (dia perempuan) muncul setelah restorasi Meiji (1868) dan digunakan dalam penerjemahan bahasa asing ke dalam bahasa Jepang.
Ø  Kare dan kanojo; biasanya digunakan dikalangan pelajar, tetapi tidak dalam masyarakat pada umumnya, banyak muncul dalam tulisan dan terdengar kasar jika digunakan dalam percakapan (Sugawara, 1985:33).
Ø  Ano hito; merupakan bahasa Jepang standar, tidak digunakan kepada atasan (Sugawara, 1985:33).
Ø  Ano kata; merupakan sebutan kehormatan dan bahasa sopan (Sugawara, 1985:33).
Ø  Aitsu; terkesan merendahkan, secara harfiah dapat di terjemahkan sebagai “orang itu” (Sugawara, 1985:33).

Dalam Kata seru (kandoushi)
Kandoushi adalah ujaran pendek dan merupakan kata yang diucapkan secara tiba-tiba sebagai ungkapan perasaan yang seketika itu dirasakan oleh pembicaranya, dari penggunaannya dapat terlihat perbedaan jenis kelamin pembicaranya. Kandoushi dapat berdiri sendiri dan biasanya terletak di awal kalimat (Sugawara, 1985:474).
Pria ;  hoo, oi, naa, yai, kuso dan sebagainya.
Wanita; ara dan maa.
Netral ;  nee, uun dan sebagainya.
Keterangan:
Ø  Hoo; merupakan kata seru yang mengekspresikan pengendalian diri atas suatu keterkejutan, biasanya digunakan oleh pria dewasa atau yang lebih tua (Sugawara, 1985 : 475).
Ø  Oi; merupakan kata seru yang digunakan untuk memanggil atau menarik perhatian lawan bicara (Sugawara, 1985 : 477).
Contoh: “Hoo, kirei da ne.” = “Wah, cantik ya.”
Ø  Kuso; digunakan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marahnya si pembicara (Rahayu, 2004 : 104).
Contoh: “Kuso, namaikinaa.” = “Sial, sombong sekali.”
Ø  Yai; merupakan kata seru yang digunakan untuk memanggil atau menarik perhatian lawan bicara, bersifat akrab atau merendahkan (Kawashima, 1992 : 241).
Contoh: “Akio kun, yai. Chotto ojisan nit e o kashite kure.” = “ Hei, Akio. Tolong bantu paman”
Ø  Ara: merupakan kata seru yang mengekspresikan feminitas, digunakan sebagai ungkapan terkejut atau heran terhadap sesuatu (Sugawara, 1985 : 476).
Contoh: “Ara, kirei yo.” = “Duh, cantik loh.”
Ø  Maa; merupakan bentuk ungkapan keterkejutan, heran atau kekaguman (Sugawara, 1985 : 476).
Contoh: “Maa, kirei da wa.” = “Wah, cantiknya.”
Ø  Nee; digunakan untuk memanggil atau menarik perhatian seseorang (Sugawara, 1985 : 477).
Contoh: “Nee, nee, kimi.” = “Hey, hei, kamu.”
Ø  Uun; setara dengan iie, merupakan kata seru yang digunakan sebagai bentuk penolakan atau jawaban tidak atas suatu pernyataan seseorang (Sugawara, 1985 : 480).
Contoh: “Ano kata o gozonji desu ka?” = “Apa kamu kenal orang itu?” “Uun, shiran yo.” = “Tidak, saya tak kenal.”



C.                KARAKTERISTIK PIDATO PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI JEPANG 

Sebagai perempuan yang memperoleh peningkatan peran kepemimpinan dalam masyarakat Jepang, gagasan tentang onnarashisa dan otokorashisa, yaitu, apa yang dianggap perilaku yang sesuai untuk pria dan wanita, telah berevolusi dari waktu ke waktu. Meskipun gerakan relatif lebih ekstrim menyerukan penghapusan perbedaan gender dalam bahasa Jepang, konvergensi dalam penggunaan dianggap tidak mungkin dan bahkan mungkin tidak diinginkan. Sebaliknya, tren penggunaan aktual menunjukkan bahwa wanita merasa lebih nyaman menggunakan karakteristik tradisional pidato perempuan (seperti wa) sementara tetap menjaga sikap tegas setara dengan laki-laki. Dengan kata lain, ada decoupling bertahap bentuk-bentuk bahasa dan harapan budaya tradisional.
Meskipun karakteristik pidato laki-laki Jepang telah banyak terpengaruh, telah terjadi peningkatan sensitivitas tentang penggunaan tertentu (seperti panggilan dewasa wanita-chan) yang dapat dianggap ofensif.
Dialek Daerah mungkin sering berperan dalam ekspresi dan persepsi maskulinitas atau feminitas dari pidato dalam bahasa Jepang.
Fenomena lain yang didirikan baru-baru ini mempengaruhi femininitas dalam pidato adalah popularitasおかまOkama , sangat laki-laki feminin sebagai populer芸能人Geinoujin (kepribadian televisi). Sementara homoseksualitas dan transgenderism masih merupakan subjek yang cukup tabu di Jepang, lesbian dengan sifat laki-laki, atau lintas-meja rias, yang disebut sebagai onabe atau tachi.
Kata onnarashii (女らしい), yang biasanya diterjemahkan sebagai "anggun" atau "feminin," mengacu pada perilaku yang diharapkan dari seorang perempuan Jepang khas. Dan bertindak dengan cara tertentu, onnarashii yang berarti pidato sesuai dengan gaya tertentu. Menurut Eleanor Jorden, " onnarashii  adalah liturgi ulang seperti dalam tulisan-tulisan di mana-mana." Beberapa fitur dari pidato perempuan termasuk berbicara dengan nada tinggi, menggunakan bentuk-bentuk yang lebih sopan dan menggunakan pidato dalam situasi yang lebih sopan, dan penggunaan tertentu "intrinsik feminin" atau Mangajin.
Pidato mencakup penggunaan kata ganti pribadi tertentu, kelalaian dari kopula da, penggunaan kalimat akhir feminin seperti wa, dan sering menggunakan lebih dari kehormatan o prefiks dan pergi.
Menurut Katsue Akiba Reynolds, pidato anggun merupakan instrumen dalam menjaga wanita Jepang dalam peran tradisional dan mencerminkan konsep masyarakat Jepang tentang perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Misalnya, ada potensi konflik bagi perempuan di tempat kerja dalam hal itu, agar onnarashii, seorang wanita harus berbicara sopan, patuh dan rendah hati, namun untuk menghormati sebagai perintah atasan, ia harus tegas, percaya diri, dan langsung, bahkan ketika berhadapan dengan bawahan laki-laki. Miyako Inoue juga kritis terhadap perbedaan gender dalam pidato cara digambarkan di Jepang.
Seperti halnya mode berbicara dan perilaku yang dianggap intrinsik feminin, ada juga orang yang dianggap intrinsik maskulin. Dalam sambutannya, yang otokorashii (男らしい, "jantan" atau "maskulin") berarti berbicara dalam nada rendah, menggunakan formulir sopan lebih sedikit dan menggunakan mereka dalam situasi yang lebih sedikit, dan menggunakan kata-kata intrinsik maskulin.
Secara khusus, orang-orang menggunakan kata ganti maskulin pribadi tertentu, gunakan (informal "da") di tempat desu kopula, gunakan akhir kalimat maskulin seperti zo, dan menggunakan prefiks kehormatan lebih jarang daripada perempuan.







PENUTUP

KESIMPULAN :

Perbedaan antara bahasa laki-laki dan perempuan dianggap sebagai salah satu kekhasan linguistik bahasa Jepang. Bahasa Jepang sering dikatakan berbeda dengan bahasa lain karena memiliki bahasa wanita yang sangat mencolok Perbedaan gender mulai muncul sekitar abad ke 11 dengan adanya suatu kumpulan cerita yang berjudul “Makura no Shoushi” karya penulis wanita Sei shounagon. Joseigo biasanya tercermin pada gaya bahasa yang digunakan oleh si pembicara, lebih menekankan pada bentuk perasaan dan biasanya membahas seputar masalah wanita pula. Perbedaan joseigo dan danseigo seperti untuk “aku”-wanita (atashi, atakushi, atai), pria (boku, ore, washi, ware), “anda/kamu”-wanita (anata), pria (tamae, omae, kisama, koitsu, naji, nare), “akhir kalimat”-wanita (wa, way o, wan e, no, yo no, no ne, kashira), pria (kai, zo, ze, yo, kanna), Dalam Kata benda (meishi), Dalam Kata ganti orang ketiga (tashou)
Dalam Kata seru (kandoushi).
Onnarashii (女らしい), yang biasanya diterjemahkan sebagai "anggun" atau "feminin," yang berarti pidato sesuai dengan gaya tertentu. Beberapa fitur dari pidato perempuan termasuk berbicara dengan nada tinggi, menggunakan bentuk-bentuk yang lebih sopan dan menggunakan pidato dalam situasi yang lebih sopan, dan penggunaan tertentu "intrinsik feminin" atau Mangajin. Penggunaan kalimat akhir feminin seperti wa, dan sering menggunakan lebih dari kehormatan o prefiks dan pergi. Otokorashii (男らしい, "jantan" atau "maskulin") berarti berbicara dalam nada rendah, menggunakan formulir sopan lebih sedikit dan menggunakan mereka dalam situasi yang lebih sedikit, dan menggunakan kata-kata intrinsik maskulin. gunakan (informal "da") di tempat desu kopula, gunakan akhir kalimat maskulin seperti zo, dan menggunakan prefiks kehormatan lebih jarang daripada perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

Ino, Kenji (1997). Joseigo no sekai. Meiji Shoin.

http://www.amazon.com/Joseigo-sekai-Nihon-gogaku-Japanese/dp/4625521602


(tugas makalah pribadi-bahasa jepang. Livia Cyndi Wongkar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar