Penelitian dan masalah penelitian(makalah)-metodologi penelitian bahasa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, penelitian merupakan upaya yang dilakukan untuk menguak identitas objek yang diteliti. Karena objek penelitian tidak pernah hadir sendirian, selalu disertai konteks (kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan suatu makna).
Penelitian ilmiah seperti yang dinyatakan oleh Kerlinger (1993) adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis. Penelitian sistematis harus dilakukan secara sistemik dan terencana. Terkontrol, bahwa segala tahapan-tahapan sesuatu yang diteliti dapat di awasi secara baik. Empiris adalah objek penelitian bahasa merupakan fenomena yang benar-benar bersumber pada fakta lingual yang nyata digunakan oleh penutur. Kritir, teliti terhadap hipotesis-hipotesis yang akan diteliti.
Maksud dari melakukan penelitian yaitu, “adanya suatu kenyataan dan ingin menjelaskannya melalui penelitian” adalah berhubungan dengan suatu kondisi penelitian menemukan bahasa tertentu atau aspek tertentu dari suatu bahasa yang belum pernah diteliti.
Sehubungan dengan itu pula, uraian penelitian bahasa yang didasarkan pada penelitian itu sendiri, mulai dari tahap penyusunan usulan penelitian, pemilihan penyajian analisis, sampai dengan penyusunan laporan penelitian.
Dengan melakukan penelitian sebenarnya adalah upaya manusia ingin menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah. Maka untuk melakukan suatu penelitian dapat dilalui dengan tiga tahap yakni, menyediakan data (memikirkan apa yang hendak diteliti), analisis data (mengumpulkan data-data tentang yang akan diteliti) dan membuat rumusan-rumusan hasil analisis yang diwujudkan dalam bentuk kaidah-kaidah ( aturan atau sesuatu yang sudah pasti) bahasa (atau dengan kata lain memecahkan masalah pada sesuatu yang diteliti).
Dikatakan demikian, karena terjawabnya permasalahan yang menjadi dasar penelitian hanya dimungkinkan, jika data yang dihubungkan dengan masalah tersebut telah tersedia, teranalisis dan telah ditemukannya suatu kepastian sebagai jawaban dari masalah yang diteliti.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini membahas tentang:
A. Ihwal Penelitian dan Penelitian Bahasa
B. Masalah dan Sumber Masalah dalam Penelitian Bahasa
C. Hipotesis dan Teori dalam Penelitian Bahasa
D. Metode, Data, dan Teori dalam Penelitian Bahasa
E. Ihwal Data dan Objek Penelitian Bahasa
F. Sumber Data: Populasi, Sampel, dan Informan
G. Hakikat Penelitian Bahasa
H. Beberapa Tahapan Pelaksanaan Penelitian Bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
-PENILITIAN DAN MASALAH PENILITIAN BAHASA-
A. Ihwal Penilitian dan Penilitian Bahasa
Mengamati alamnya sebagai sesuatu yang statis dan sebagai sesuatu yang dinamis, merupakan salah satu penyebab munculnya persoalan yang mendorong manusia untuk selalu mencari jawabannya. Pencarian jawaban itu dilakukannya melalui penilitian terhadap realitas alamiah yang memunculkan persoalan tersebut. Namun, tidak semua kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan masalah disebut penilitian. Hal ini sangat tergantung pada jenis masalah yang ingin dicari jawabannya serta prosedur (cara) yang digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.
Penilitian ilmiah yang dinyatakan oleh Kerlinger adalah penilitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap proposisi-proposisi hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terdapat antar gejala alam.
Penilitian terhadap objek sasaran yang berupa bahasa (bunyi tutur) itu dikatakan sistematis, maksudnya bahwa penilitian itu dilakukan secara sistematik dan terencana. Mulai dari identifikasi masalah yang terkait dengan objek kajian, menghubungkan masalah tersebut dengan teori-teori linguistik tertentu, penyediaan data, analisis, interpretasi data, sampai pada penarikan kesimpulan.
Terkontrol, maksudnya bahwa setiap aktivitas yang dilakukan dalam masing-masing tahapan itu dapat dikontrol baik proses pelaksanaan kegiatannya maupun hasil yang dicapai melalui kegiatan tersebut.
Penilitian bahasa yang bersifat empiris, maksudnya bahwa fenomena lingual yang menjadi objek penilitian bahasa itu adalah fenomena yang benar-benar hidup dalam pemakaian bahasa, jadi benar-benar bersumber pada fakta lingual yang senyatanya digunakan oleh penuturnya, bukan fakta lingual yang dipikirkan oleh si penutur yang menjadi informannya.
Dan yang dimaksud dengan penilitian bahasa yang bersifat kritis adalah kritis terhadap hipotesis-hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terjadi antara bunyi tutur sebagai objek penilitian bahasa dengan fenomena ekstralingual yang memungkinkan bunyi tutur itu muncul. Selain itu, pengertian kritis dapat pula mengandung makna kreatif, yaitu jika si peniliti dalam melaksanakan penilitiannya dengan menggunakan metode penyediaan data tertentu dalam tahapan penyediaan data, ternyata dengan metode itu data yang diharapkan muncul tidak juga terjaring.
Ihwal penilitian bahasa yang disasarkan, menyangkut semua tahapan yang dilalui dalam kegiatan yang disebut penilitian itu sendiri. Mulai dari tahap prapenilitian, sampai ke tahap pelaksanaan penilitian, metode dan teknik penyediaan, analisis, dan penyajian hasil analisis dan tahapan pascapenilitian.
B. Masalah dan Sumber Masalah dalam Penilitian Bahasa
Keberadaan suatu masalah merupakan syarat yang tidak dapat ditawar-tawar bagi pelaksanaan suatu penilitian. McGuian menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada tiga keadaan yang dapat memunculkan masalah, yaitu:
1. Ada informan yang mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam pengetahuan kita,
2. Ada hasil-hasil (penilitian) yang bertentangan, dan
3. Ada suatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskannya melalui penilitian.
Maksud dengan kondisi adanya informasi yang dapat mengakibatkan munculnya kesenjangan antara teori yang diketahui dengan bukti-bukti empiris yang teramati. Teori linguistik tertentu adakalanya cocok untuk bahasa-bahasa tertentu dan kurang cocok untuk bahasa lainnya, misalnya teori tentang satuan lingual kata dan afiks (morfem terikat). Realisasi afiks (meN-) dalam bahasa Indonesia, misalnya dapat berwujud : /me-/,/mem-/,/men-/,/meny-/,/meng-/, dan /menge-/ masing-masing pada: memakan, membeli, mendatang, menyurati, mengganggu, dan mengebom, tergantung pada fonem awal bentuk dasar dan jumlah silabe.
Prospek penemuan masalah penilitian berdasarkan keadaan di atas sangat dimungkinkan karena sejauh ini teori-teori linguistik yang dikembangkan seiring dilandaskan pada bahasa-bahasa tertentu yang kadangkala kurang cocok untuk diterapkan pada bahasa yang dijadikan dasar dalam membangun teori itu.
Penelitian yang lain objek sasarannya berupa bahasa dan aspek kebahasaan yang diteliti sama dan kedua, terjadi pertentangan antara hasil penelitian dengan bukti-bukti empiris, yang berupa pemakaian bahasa yang sesungguhnya. Pengertian yang kedua diatas dapat terjadi dalam sebuah penelitian, sedangkan pada pengertian yang pertama setidak-tidaknya terjadi di antara dua buah penelitian.
Apabila yang kita jumpai adalah keadaan dalam pengertian yang pertama, maka kita dapat melakukan penelitian yang sama dengan yang dilakukan pada kedua penelitian itu (jika hanya terdapat dua buah penelitian dengan objek dan bahasa yang sama) dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat pada kedua penelitian terdahulu.
Sekedar contoh, untuk penelitian yang berhubungan dengan sosiolinguistik, khususnya yang berkaitan dengan pemakaian bahasa, dapat diberikan ilustrasi berikut ini. Kita ambil contoh, seorang calon peneliti mendengar pemakaian bahasa dalam bentuk pidato politik dari seorang politikus menjelang pemilihan umum, dan fenomena ini belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Langkah yang dapat dilakukan adalah mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan cakupan persoalan kajian sosiolinguistik, yaitu siapa berbicara dengan siapa, di mana, bilamana, untuk apa, atau mengapa dan bagaimana. Lalu, ia mencoba member jawaban kritis terhadap persoalan itu, walaupun sifatnya sementara, sehingga diperoleh padanan pertanyaan dan jawaban berikut ini.
Pertanyaan Jawaban
1. Siapa yang berbicara? Politikus
2. Kepada siapa ia berbicara? Khayalak ramai
3. Di mana? Di tanah lapang
4. Bilamana atau kapan? Menjelang pemilu
5. Untuk apa? Mempengaruhi para pendengar
6. Bagaimana? Pembicara menggunakan bahasa persuasive
Karena si calon peneliti itu hendak meneliti pemakaian bahasa di bidang politik, maka pertanyaan (6) sangat relevan dan dapat menjuruskan pada pertanyaan yang lebih khusus dan spesifik berikut ini.
1. Di mana letak kepersuasifan bahasa pembicara?
2. Bagaimana gaya bahasanya? Resmi atau santaikah? Apa indikator keresmian atau kesantaiannya? Apakah permajasan di pakai dan apakah efektif?
3. Apakah cirri-ciri bahasa yang dipakai oleh politikus? Ciri leksikal? Ciri sintaksis? Panjang pendeknya kalimat (termasuk penyematan), dan kelangsungan atau ketidakluangsungan ujaran?
4. Strategi berbahasa apakah yang dipakai? Lugas atau retorik?
5. Apakah si politikus menggunkan eksplikatur atau implikatur? Dalam pernyataan-pernyataannya?
6. Di dalam konteks (bukan konteks) apa mereka menggunakan pro nominal (kami, kita, saya, aku, ia, beliau)?
7. Di dalam konteks (bukan konteks ) apa mereka menggunakan kita dan mereka ?
Terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas dapat di ajukan jawaban-jawaban umum dan jawaban yang bersifat umum itu dapat menjadi topic penelitian, misalnya :
1. Pemakaian bahasa di kalangan politisi
2. Bahasa dan politik
3. Pemakaian bahasa dalam bidang politik
4. Bahasa sebagai piranti untuk mempengaruhi opini masa.
Tentu harus diingat bahwa topic diatas belum merupakan judul penelitian karena biasanya judul penelitian ditentukan setelah masalah utama ditentukan. Bahwa bagaimana wujud pertanyaan itu, biasanya di hubungkan dengan perspektif teoritis yang akan digunakan peneliti. Adanya studi tertentu yang disarankan untuk diteliti, biasanya terdapat pada kesimpulan sebuah laporan penelitian: skripsi, tesis, disertasi, atau dalam wujud lainnya,menunjukan seperangkat generalisasi atau prinsip-prinsip telah dirangkaikan dalam sebuah teori dan itu dapat diangkat sebagai masalah untuk diteliti.
Dalam upaya melatih keterampilan mengidentifikasi masalah berkaitan dengan penelitian bahasa beberapa kegiatan berikut ini:
a. Membaca sebanyak mungkin literature yang berhubungan dengan masalah kebahasaan dan bersikap kristis terhadap apa yang dibaca;
b. Mengikuti kuliah-kuliah atau ceramah-ceramah dari para pakar, menghadiri seminar-seminar (diskusi) hasil penelitian
c. Mengamati situasi atau peristiwa pemakaian bahasa yang ada disekitar kita dan menghubungkannya dengan teori (linguistik) tertentu; dan
d. Mengadakan penelitian-penelitian kecil dan mencatat hasil atau temuan yang diperoleh.
Masalah yang hendak diteliti sebaiknya dirumuskan dalam bentuk kalimat Tanya dan bersifat spesifik. Dikatan sebaiknya, karena rumusan masalah dapat pula dinyatakan dalam bentuk kalimat deklaratif. Sebagai contoh, kita hendak meneliti salah satu bidang kebahasaan tertentu, katakana bidang morfoogi bahasa sasak. Karena yang hendak diteliti bidan gmorfologi, mungkin kita akan tergoda untuk secara gampang-gampangan merumuskan masalah yang hendak dijawab dalam penelitian tersebut sebagai: Bagaimanakah morfologi bahasa Sasak? Rumusan masalah semacam ini terlalu luas dan sama sekali tidak memberikan arahan yang lebih jelas pada penelitian yang hendak dilakukan. Untuk itu, kita perlu membuat rumusan masalah secara spesifik yang menyangkut bidang morfologi itu sendiri.
Dalam merumuskan masalah secara spesifik teori memainkan peran yang cukup penting, terutama memberi tahu tentang aspek-aspek kajian yang menyangkut bidang morfologi atau bidang lainnya yang akan diteliti. Dari teori dapat diketahui misalnya, aspek kajian morfologi itu menyangkut afikasi, reduplikasi, komposisi, dan morfofonemik, dan lain-lain. Berdasarkan hal itu, selanjutnya dapat ditentukan aspek mana dari keseluruhan aspek kajian bidang morfologi tersebut yang akan diteliti. Mungkin kita akan memilih beberapa aspek saja atau keselutuhan dari aspek kajian bidang morfologi itu sendiri. Namun, untuk sekedar penjelasan, katakana saja kita hendak meneliti (mengkaji) aspek afikasi dan redupikasi.
Dengan demikian, dapat merumuskan masalah yang akan diteliti yang berkaitan dengan bidang morfologi bahasa Sasak tersebut langsung menjurus ke aspek-aspek yang ingin diteliti seperti berikut:
1. Jenis-jenis afiks dan reduplikasi apa saja yang digunakan dalam pembentukan kata bahasa Sasak?
2. Apakah fungsi dan makna tiap-tiap afiks dan tipe reduplikasi tersebut?
C. Hipotesis dan Teori dalam Penelitian Bahasa
Setelah masalah yang akan diteliti di rumuskan, langkah selanjutnya adalah memulai memperkirakan hasil-hasil yang dapat di capai melalui penelitian itu. Dengan kata lain, kita mulai membuat rumusan jawaban yang sifatnya sementara terhadap masalah yang hendak di teliti. Jawaban sementara terhadap masalah yang hendak di teliti di sebut hipotesis.
Sebagai jawaban yang sifatnya sementara, maka hipotesis haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut.
1. Hipotesis dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif (pernyataan).Sebagai contoh, hipotesis yang dapat di ajukan sehubungan dengan masalah yang di teliti untuk bidang morfologi bahasa Sasak di atas adalah :
a. Afiks-afiks yang di gunakan dalam pembentukan kata bahasa Sasak dapt di kelompokkan atas afiks yang berupa prefiks, infiks, sufiks, dan dari afiks-afiks itu ada yang derivatif dan ada yang inflektif; sedangkan reduplikasi yang di gunakan dapat di kelompokkan atas reduplikasi utuh, sebagian, berimbuhan, dan berubah bunyi; serta dari masing-masing tipe reduplikasi itu ada yang derivatif dan ada yang inflektif;
b. Tiap-tiap afiks dan tipe-tipe reduplikasi tertentu memiliki fungsi dan makna tertentu sesuai dengan bentuk dasar yang di kenai oleh proses afiksasi dan reduplikasi tersebut.
2. Hipotesis harus dapat diuji.
3. Hipotesis harus masuk akal, artinya mengemukakan penjelasan yang masuk akal dari kejadian-kejadian yang telah dan akan terjadi.
Hipotesis, sebagai jawaban sementara terhadap persoalan yang diajukan dalam penelitian tidak hanya disusun berdasarkan pengamatan (awal) tehadap objek penelitian, melainkan juga didasarkan pada hasil kajian terhadap kepustakaan yang relevan dengannya.
Selain itu, sebagai jawaban sementara terhadap masalah yang ingin diteliti, maka hipotesis berfungsi :
1. Memperkenalkan penelitian untuk berpikir dari awal suatu penelitian, karena rumusan hipotesis tidak lain adalah pernyataan masalah secara spesifik;
2. Menentukan tahap-tahap atau prosedur suatu penelitian, karena hipotesis tidak lain adalah rantai penghubung antara teori dan pengamatan ; dan
3. Membantu menetapkan bentuk untuk penyajian, analisis, dan interpretasi data dalam laporan penelitian.
D. Metode , Data , dan Teori dalam Penelitian Bahasa
Seperti halnya masalah dan hipotesis ,metode pun memiliki hubungan dengan teori .Maksudnya, pemilihan penggunaan metode dan teknik-teknik tertentu pada tahapan penyediaan data , apakah itu metode simak atau metode cakap sangat ditentukan oleh watak dasar dari objek penelitian .Misalnya ,objek penelitian yang berupa afiks tertentu dalam bahasa tertentu, maka metode yang tepat digunakan dalam tahap penyediaan data adalah metode cakap dengan teknik pancing dengan teknik lanjutan berupa teknik sisip . Hal ini disebabkan untuk mengidentifikasi apakah suatu satuan lingual tertentu merupakan afiks atau kata haruslah dapat ditunjukkan dengan adanya data yang dapat membuktikan bahwa satuan lingual itu tidak memiliki potensi untuk diucapkan terisolasi dari satuan lingual lainnya.Tentu saja ,data yang dimaksudkan adalah data polimorfemik berupa kata yang didalamnya terdapat objek penelitian yang berupa afiks tersebut. Dalam pada itu, pengetahuan tentang watak satuan lingual afiks seperti itu dan wujud data yang berupa kata yang polimorfemik sebagai data yang harus disediakan untuk pembuktian satuan lingual tertentu itu sebagai afiks hanya dapat diperoleh dari teori tentang morfem terikat yang disebut afiks itu sendiri. Dalam hal ini teori linguistik yang berhubungan dengan morfologi. Dengan demikian ,dapat dikatakan bahwa, komponen utama dalam pelaksanaan penelitian,yaitu adalah masalah yang secara tentatif dapat (tidak terlalu) terefleksi pada hipotesis ,metode dan teknk-tekniknya,dan data (yang didalamnya terdapat objek penelitian ,disamping konteks objek penelitian) memiliki hubungan yang bersifat dependensi pada teori .Teori merupakan unsur sentral yang selalu memberi pencerahan terhadap upaya perumusan masalah termasuk jawaban tentatif terhadap masalah ( disebut juga hipotesis) ,pemilihan metode termasuk teknik-tekniknya,dan wujud data yang harus disediakan pada tahap penyediaan data .
E. Ihwal Data dan Objek Penelitian Bahasa
Suatu hal yang perlu disadari adalah data berbeda dengan objek penelitian. Sebagai bahan penelitian, maka di dalam data terkandung objek penelitian (gegenstand) dan unsur lain yang membentuk data, yang disebut konteks (objek penelitian). Jadi, pada dasarnya data tidak lain adalah objek penelitian plus konteks (D = Op + K). Sebagai contoh, apabila kita ingin meneliti afiks bahasa indonesia {di-}, objek penelitiannya adalh afiks {di-} itu sendiri. Afiks {di-} tidak pernah menjadi data. Datanya adalah kata polimorfemis yang mengandung afiks tersebut, seperti pada dipukul, dilempar, dimakan, dimarahi, dan lain-lain. unsur lain selain afiks {di-} : pukul, lempar, makan, dan marahi, disebut konteks objek penelitian.
Konteks objek penelitian selalu bersifat ganda. Artinya, objek penelitian bahasa selalu hadir dalam konteks yang jumlahnya lebih dari satu seperti pada contoh afiks {di-} di atas. Jadi data untuk objek penelitian afiks {di-} bukan hanya kata polimorfermis dipukul tetapi keseluruhan kata pada afiks tadi dan merupakan bagian dari data untuk objek penelitian afiks {di-}, yang tidak sama dengan data itu sendiri.
Konsep data dalam pengertian diatas bersifat holistis, dalam arti kata dapat dipandang sebagai entitas yang identitasnya ditentukan oleh keterpaduan unsur-unsur yang membentuk entitas tersebut. Untuk memperjelas uraian ini diberikan satu ilustrasi.
Kita mengambil sebuah bidang yang berupa bujur sangkar X, yang terbuat dari karton atau sejenisnya. Bujur sangkar itu kemudian kita gunting menjadi 4 buah bujur sangkar kecil yang sama besarnya. Tiap guntingan diberi nomor, sehingga diperoleh bujur sangkar X1, X2, X3 dan X4 seperti dibawah ini.
|
Kita andaikan bujur sangkar X adalah seluruh kemungkinan data bagi sebuah objek penelitian bahasa (sebut saja PB tertentu). Adapun bujur sangkar kecil X1, X2, X3,X4 merupakan wujud nyata dari keseluruhan kemungkinan dari data PB tersebut.
Ilustrasi di atas mengandung arti bahwa dalam tahap penyediaan data di atas, si peneliti baru dikatakan selesai dan berhasil apabila keseluruhan kemungkinan data bagi PB itu telah diperoleh. Jadi dia harus menemukan bujur sangkar X1, X2, X3,X4. Begitu pula dalam tahap analisis, si peneliti dikatakan telah melakukan analisis data apabila keseluruhan bujur sangkar kecil: X1, X2, X3,X4 telah dibulatkan dalam analisis tersebut.
Selanjutnya, karena bujur sangkar-bujur sangkar kecil itu adalah cerminan keseluruhan kemungkinan konteks yang dapat menghadirkan objek penelitian, jadi di dalamnya terdapat tiga objek penelitian, maka dapat dikatakan bahwa penjelasan tentang objek penelitian tidak lepas dari konteksnya dalam hubungannya dengan data yang dibentuk. Data yang dimaksud merupakan realisasi komposisi structural dari objek penelitian plus konteks.
Konteks objek penelitian harus dipandang dari komposisi structural konteks tersebut dalam hubungannya dengan objek penelitian yang secara barsama-sama membentuk data. Untuk memperjelas hal ini, kita kembali pada ilustrasi bujur sangkar X dengan pengandaian agak sedikit berbeda.
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | |||||||||||||
1 | 2 | 1 | 2 | 1 | 3 | 1 | 3 | 1 | 4 | 1 | 4 | |||||||
3 | 4 | 4 | 3 | 4 | 2 | 3 | 2 | 2 | 3 | 2 | 3 | |||||||
7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | |||||||||||||
2 | 3 | 2 | 3 | 3 | 4 | 3 | 4 | 2 | 1 | 2 | 1 | |||||||
4 | 1 | 1 | 4 | 1 | 2 | 2 | 1 | 3 | 4 | 4 | 3 | |||||||
13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | |||||||||||||
3 | 1 | 3 | 1 | 4 | 1 | 4 | 1 | 3 | 2 | 3 | 2 | |||||||
4 | 2 | 2 | 4 | 2 | 3 | 3 | 2 | 4 | 1 | 1 | 4 | |||||||
19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | |||||||||||||
4 | 3 | 4 | 3 | 2 | 4 | 2 | 4 | 4 | 2 | 4 | 2 | |||||||
1 | 2 | 2 | 1 | 3 | 1 | 1 | 3 | 3 | 1 | 1 | 3 | |||||||
25 | 26 | |||||||||||||||||
3 | 2 | 3 | 2 | |||||||||||||||
1 | 4 | 4 | 1 | |||||||||||||||
Bujur sangkar X kita andaikan sebagai data untuk sebuah penelitian bahasa, yang tadi disebut PB. Dalam bujur sangkar itu terdapat konteks dan objek penelitian. Mari kita andaikan bujur sangkar kecil : X1, X2, X3,X4 di atas sebagai unsur-unsur yang membentuk data, jadi ada objek penelitian, sedangkan X1, X2, X3,X4 sebagai konteks objek penelitian.
Ditinjau dari sudut structural keempat bujur sangkar kecil itu, maka akan diperoleh paling tidak 26 tipe komposisi, seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar di atas menunjukkan bahwa untuk memperjelas identitas bujur sangkar X1 diperlukan setidaknya 26 tipe komposisi dtruktural dari bujur sangkar x yang diabstrakkan sebagai data bagi penelitian objek penelitian bujur sangkar X tersebut.
Dalam penelitian bahasa, yang relative sama dengan ilustrasi di atas, penelitian bertujuan untuk menentukan letak suatu lingual , misalnya dalam bahasa indonesia : kemarindalam susunan beruntun.
Untuk keperluan itu, kita memerlukan tuturan berupa kalimat yang mengandung adverbial kemarin, misalnya :
1. Saya pergi ke pasar kemarin
2. Saya pergi kemarin ke pasar
3. Saya kemarin pergi ke pasar
4. Kemarin saya pergi ke pasar
Kita andaikan bahwa tuturan bahasa indonesia yang mengandung adverbia kemarin berjumlah empat (sebenarnya lebih dari itu). Dengan demikian data untuk ihwal penelitian objek sasaran letak satuan lingual (adverbia) bahasa indonesia kemarin adalah keseluruhan tuturan di atas. Bukan salah satu atau sebagian dari tuturan di atas, karena untuk dapat menentukan bahwa posisi yang dapat ditempati adverbial kemarin adalah setelah kata yang menunjuk tempat (tuturan 1), setelah verba (tuturan 2), setelah nomina (tuturan 3), dan mendahului fungsi subjek (tuturan 4) kita harus membandingkan keempat tuturan tersebut.
Pandangan holistis terhadap data unuk penelitian bahasa seperti diuraikan di atas mengandung pula pengertian, bahwa posisi objek penelitian dalam hubungannya dengan konteks objek penelitian tidak harus terletak pada dua nalternatif berikut : letak kanan (K-Op) dan letak kiri (Op-K) dari objek penelitian. Contohnya masing-masing : bersepeda dan pakaian dan lain-lain, jika masing-masing objek penelitiannya berupa afiks {ber-} dan {-an}.
Adanya kenyataan berbagai macam posisi konteks dalam hubungannya dengan objek penelitian bahasa dalam susunan beruntun menggambarkan bahwa objek penelitian bahasa bersifat ganda (multikonteks). Artinya, objek penelitian bahasa hadir dalam berbagai konteks, seperti objek kemarin di atas, yang setidak-tidaknya muncul dalam 4 konteks.
Selain pengertian kegandaan konteks secara structural di atas, kegandaan konteks juga dapat dipandang secara sistemik. Sebagai contoh, objek penelitian afiks {ber-} yang dapat muncul dalam konteks lari, celana, mata sipit, kulit kuning, dan lain-lain dalam data: berlari, bercelana, bermata sipit, dan berkulit kuning.
Data sebagai entitas, berdasarkan pandangan holistis mengandung pula pengertian bahwa data tidak hanya memiliki aspek lahiriah, yang bersifat mawujud seperti yang teramati pada korpus data. Tetapi, data juga memiliki aspek batiniah yang bersifat tanwujud atau yang disebut mentes. Keduanya merupakan bagian yang integral, yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain dalam membentuk data itu sendiri.
Apa yang diuraikan di atas adalah konsep data yang berhubungan dengan bidang linguistik sinkronis dan diakronis, sedangkan untuk bidang linguistic antardispliner, seperti sosiolinguistik, secara singkat dapat dijelaskan berikut ini. Baik dialektologi maupun sosiolinguistik memiliki objek sasaran yang sama, yaitu mengkaji perbedaan unsur-unsur kebahasaan (variasi bahasa).
Apabila dalam penelitian dialektologi itu bertujuan untuk membuat deskripsi perbedaan dialectal atau subdialektal pada tataran fonologi, maka objek penelitian kita adalah perbedaan realisasi bunyi yang terdapat di antara daerah-daerah pengamatan dalam merealisasikan makna tertentu.
Jadi objek penelitian kita untuk penelitian dialektologi terdapat dua macam, yaitu objek penelitian yang berupa satuan lingual dan yang bersifat ekstralinguistik, yang dalam hal ini sebaran geografis . adapun datanya adalah kata-kata monomorfemis yang merupakan realisasi dari makna tempat ditemuakn perbedaan atau variasi tersebut.
Selanjutnya apabila pada penelitian sosiolinguistik didasarkan pada deskripsi perbedaan unsur-unsur kebahasaan karena factor social, maka objek kajiannya adalah perbedaan unsure kebahasaan dalam merealisasikan makna tertentu yang terdapat diantara kelompok social yang menggunakan bahasa tertentu, atau perbedaan unsure-unsur kebahasaan yang digunakan oleh suatu kelompok social dalam berkomunikasi dengan kelompok social yang lain.
F. Sumer Data : Populasi, Sampel, dan Informan
Dalam hubungan dengan penelitian, pengertian populasi terkait dengan dua hal, yaitu masalah satuan penutur dan masalah satuan wilayah teritorial. Dalam hubungan dengan masalah penutur populasi di maknai sebagai keseluruhan individu yang menjadi anggota masyarkat tutur bahasa yang akan di teliti dan menjadi sasaran penarikan generalisasi tentang seluk-beluk bahasa tersebut. Adapun populasi dalam pengertian satuan wilayah teritorial di maknai sebagai keseluruhan wilayah yang menjadi tempat pemukiman keseluruhan individu anggota masyarakat tutur bahasa yang menjadi sasaran generalisasi.
Mengingat banyaknya jumlah penutur dan luasnya wilayah pakai suatu bahasa yang akan di teliti, serta keterbatasan tenaga, waktu, dan biaya, maka sumber data dapat di tentukan dengan memilih sebagian dari populasi tersebut. Pemilihan sebagian dari keseluruhan penutur atau wilayah pakai bahasa yang menjadi objek penelitian sebagai wakil yang memungkinkan untuk membuat generalisasi terhadap populasi itulah yang di sebut sampel penelitian.
Sampel penutur atau orang yang ditentukan diwilayah merupakan nara sumber bahan penelitian, pemberi informasi, dan pembantu peneliti dalam tahap penyediaan data disebut informan.
G. Hakikat penelitian bahasa
Penelitian merupakan upaya yang dilakukan untuk menguak identitas obyek penelitian. Karena obyek penelitian bahasa tidak pernah hadir sendirian,selalu disertai konteks,maka konteks merupakan penentu identitas objek penelitian. Dari penelitian yang mengambil objek kajian berupa satuan lingual {ber} dalam bahasa Indonesia misalnya,dapat di kuak bahwa satuan lingual tersebut memiliki identitas satuan lingual yang disebut afiks,hanya karena redapat satuan : juang.kerja,pakaian dan satuan lingual lain yang sejenis,yang menjadi konteksnya (sudaryanto,1990:16). Di samping itu pula,karena konteks objek penelitaian itu bersifat ganda, dapat di katakan bahwa hakikat penelitian bahasa adalah kegiatan menguraikan identitas objek sasaran (objek penelitian) dalam hubungannya dengan keseluruhan konteks yang memungkinkan hadirnya objek penelitian tersebut.
Hakikat penelitian bahasa di atas hendaknya benar-benar disadari oleh peneliti karena akan sangat berperan dalam membantu peneliti pada tahap penyediaan data. Maksuknya,membimbing peneliti bahwa yang harus dilakukan pada tahap penyediaan data adalah menemukan semua jenis konteks yang memungkinkan hadirnya objek penelitian. Lebih lanjut hal ini akan berperan dalam menentukan wujud metode dan teknik yang digunakan,baik pada tahap penyediaan data maupun pada tahap analisis data.
H. Beberapa Tahapan Pelaksanaan Penelitian Bahasa
Pelaksanaan penelitian bahasa menurut tahapannya dapat dibagi atas tiga tahapan yaitu;
1. prapenelitian,
2. pelaksanaan penelitian, dan
3. penulisan laporan penelitian.
Tahapan prapenelitian dimaksudkan sebagai tahapan yang menuntun peneliti untuk berusaha merumuskan secara jelas tentang masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Rumusan secara jelas tersebut mencakup: latar belakang munculnya masala; rumusan masalah secara spesifik dan operasional; Hubungan masalah yang hendak diteliti dengan penelitian-penelitian terdahulu (dalam hal ini berkaitan dengan kajian pustaka) dan teori-teori tertentu (berkaitan dengan kerangka teori yang akan digunakan); dan metode meode (termasuk teknik-tekniknya) yang hendak digunakan. Semua ini harus tertuang dalam desain penelitian atau proposal.
Dengan demikian, tahapan prapenelitian tidak lain adalah tahapan penyusunan desain penelitian (proposal). Tahapan ini ditandai oleh adanya kegiatan menyusun dan terwujudnya sebuah desain penelitian. patut ditambahkan bahwa selain hal-hal diatas sebuah desain penelitian dapat pula memuat hal-hal yang berkaitan dengan hipotseis, hasil yang diharapkan dari penelitian, daftar pustaka, dan jadwal kegiatan.
Kemudian, tahapan pelaksanaan penelitian dijabarkan dalam tiga tahapan pokok, yaitu penyediaan data, analisis data, dan membuat rumusan hasil analisis yang diwujudkan dalam bentuk kadah-kaidah. Ketiga tahapan ini merupakan inti dari kegiaan penelitian (bahasa). Dikatakan demikian karena terjawabnya permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian hanya dimungkinkan, jika data yang gayut dengan masalah tersebut telah tersedia dan teranalisis serta tertemukannya kaidah-kaidah, yang merupakan jawaban terhadap masalah yang diteliti tersebut. Ketiga tahapan diatas, masing-masing ditandai oleh kegiatan menyediakan dan tersedianya data; menganalisis dan ditemukannya kaidah-kaidah tertentu; Serta tersajinya kaidah-kaidah tersebut dalam rumusan-rumusan tertentu.
Adapun tahapan penulisan laporan penelitian dimaksudkan, pada tahap ini peneliti membuat laporan dari penelitian yang dilakukan, yang dapat berwujud makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain tergantung untuk apa penelitian tersebut dilakukan apabila penelitian itu dilakukan sebagai karya tulis akhir pada program S1, S2, dan S3, maka laporan penelitian dapat disebut secara berturut-turut: skripsi, tesis, dan disertasi. Oleh karena itu, tahap ini ditandai oleh kegiatan membuat dan terwujudnya sebuah laporan penelitian.
Ketiga tahapan pelaksanaan penelitian yang disebutkan diatas merupakan persoalan yang hendak diungkapkan secara panjang lebar dalam buku ini. untuk sistematisnya akan diuraikan satu per satu secara berturut-turut. Sebelum itu, perlu ditegaskaan bahwa dalam buku ini disamping akan dipaparkan tentang penelitian bahasa secara sinkronis (linguistik teoretis) juga akan dipaparkan ihwal penelitian bahsa secara diakronis, khususnya yang berhubungan dengan kajian dialektologi diakronis dan linguistik historis komparatif. Perbedaan yang cukup signifikan tantang penanganan masalah kebahasaan berdasarkan kedua perspektif diatas, tidaklah terdapat pada tahap prapenelitian dan penulisan laporan penelitian, melainkan pada tahap pelaksaanaan penelitian khususnya yang menyangkut metode dan teknik-tekniknya. Dalam hal metodenya pun tidak terlalu berbeda karena terdapat metode yang sama, hanya penerapan metodenya yang berbeda. Selain itu, akan dipaparkan juga ihwal metode yang berhubungan dengan penelitian pemakaian bahasa, khususnya yang berhubungan dengan sosiolinguistik. Hal ini dipandang perlu, karena jika pada paparan ihwal penelitian dalam bidang linguistik sinkronis maupun diakronis diatas cenderung bersifat linguistis, paparan pada bidang pemakaian bahasa merupakan lahan kajian yang bersifat antarbidang. Dengan demikian, diharapkan diperoleh bagaimana seluk beluk penelitian yang bersifat antarbidang tersebut. Untuk itu, pemaparan pada Bab III: Pelaksanaan penelitian akan dibagi dalam tiga seksi dasar, yaitu pemaparan tentang metode dan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa secara sinkronis dan pemaparan tentang metode dan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa secara diakronis, serta pemaparan tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian sosiolinguistik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Penilitian ilmiah adalah penilitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap proposisi-proposisi hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terdapat antar gejala alam. Keberadaan suatu masalah merupakan syarat yang tidak dapat ditawar-tawar bagi pelaksanaan suatu penilitian. Prospek penemuan masalah penilitian sangat dimungkinkan karena sejauh ini teori-teori linguistik yang dikembangkan seiring dilandaskan pada bahasa-bahasa tertentu yang kadangkala kurang cocok untuk diterapkan pada bahasa yang dijadikan dasar dalam membangun teori itu. Hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap persoalan yang diajukan dalam penelitian tidak hanya disusun berdasarkan pengamatan (awal) tehadap objek penelitian, melainkan juga didasarkan pada hasil kajian terhadap kepustakaan yang relevan dengannya. Pemilihan penggunaan metode dan teknik-teknik harus berkaitan dengan teori dan sangat ditentukan oleh watak dasar dari objek penelitian . Data merupakan pembuktian bahwa satuan lingual itu tidak memiliki potensi untuk diucapkan terisolasi dari satuan lingual lainnya. Teori merupakan unsur sentral yang selalu memberi pencerahan terhadap upaya perumusan masalah termasuk jawaban tentatif terhadap masalah.
Konteks objek penelitian selalu bersifat ganda. Artinya, objek penelitian bahasa selalu hadir dalam konteks yang jumlahnya lebih dari satu. Populasi, satuan wilayah teritorial di maknai sebagai keseluruhan wilayah yang menjadi tempat pemukiman keseluruhan individu anggota masyarakat tutur bahasa yang menjadi sasaran generalisasi. Sampel penutur atau orang yang ditentukan diwilayah merupakan nara sumber bahan penelitian, pemberi informasi, dan pembantu peneliti dalam tahap penyediaan data disebut informan. Hakikat penelitian bahasa adalah kegiatan menguraikan identitas objek sasaran (objek penelitian) dalam hubungannya dengan keseluruhan konteks yang memungkinkan hadirnya objek penelitian tersebut. Pelaksanaan penelitian bahasa menurut tahapannya dapat dibagi atas tiga tahapan yaitu; prapenelitian, pelaksanaan penelitian, dan penulisan laporan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Nur Indrianto. 1992. Metodologi Penelitian Bisnia. Jogjakarta: BPFE
(Tugas Makalah Kelompok, Pendidikan Bahasa Jepang-Livia Cyndi Wongkar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar